Perpecahan dan Campur Tangan
Kumpeni (1600-1700)
Bab IV
1. Batavia Sebagai Pusat VOC Sejak Tahun 1619
Pada peta pelayaran abad XVI ternama
salah satu kota pelabuhan di kota Jwa barat, kapala adalah pelabuhan dari
kerajaan pajajaran yang mempunyai ibu kota di pedalaman. Kapala dikuasai Banten
sejak tahun tahun1527 dan di berinama Jayakarta,pada awal XVII Jayakarta di
bawah suzereinitas Banten dan penguasanya Pangeran Jayakarta. Jakarta pada masa
kedatangan bangsa Barat sudah kurang berarti sebagai pelabuhan, hanya sebagai
tempat singgah ambil air bersih dan bahan makanan segar.
Meskipun VOC telah mempunyai faktoria di
Banten sejak 1603 serta perdagangan ramai, akan tetapi kondisi tempat itu tidak
menguntungkan. Pertama keadaan keamanan yang sangat menyedihkan, kedua
kehadiran Inggris dan Portugis di tempat itu menimbulkan hubungan politik yang
kompleks. Pada tahun 1609 Piter Both sebagai Gubenur-Jendral VOC pertama
berusaha melaksanakan rencana konsentrasi pemerintahan VOC. Persetujuan dari
Tuan-Tuan XVII (Heren XVII) tertunda-tunda saja. Sebagai ganti rugi, VOC
membayar 1200 real kepada pangeran Jakarta. Kedatanga banten sebagai
perdagangan pusat lada tetap kuat dan dengan kedatangan pedagan Barat banyak
keuntungan serta kekayaan bagi penguasa dan pedagang Cina.
Pendiri rendez-vous diJakarta oleh VOC perlu diterangkan dengan latar
belekang percaturan politik yang berkaitan dengan hubungan multilateral antara
kerajaan-kerajaan dan badan-badan pedaganagn asing. Meskipun Jakarta bersetatus
vassal terhadap Bantenakan tetapi mempunyai otonomi untuk melakukan kontrak
dengan Kumpenidan pedagang asing lainya. Di mata pangeran Jakarta mengizinkan
pendirianbenteng berarti “memasukkan kuda Troya”. Persaingan antara Belanda
adan Inggris menambah proses politik, sesuatu factor yang menjadi keuntungan
bagi kerajaan, karena pihak inggris merupakan potensi berharga sebagai sekutu.
Penyerangan loji Jepara pada tanggala 8 Agustus 1618 mendorong Coen untuk
memperkuat lojinya di Jakarta, mak di buatnya bangunan pertahanan yang agak
tinggi di tepi sungai.
Pada akhir tahun 1618 pertentangan
memuncak dengan adanya konsentrasi angkatan laut Inggris dan Banten. Pada
tanggal 15 Desember 1618 sebuah kapal Belanda disita. Mendengar pertempuran
tersebut pangeran Aria Ranamenggala mengirim angkatan laut Banten ke Jakarta
untuk menengahi pertikaian itu. Pada tanggal 4 januari 1619 terjadilah
pertempuran atau tembak-menembak, sepuluh hari kemudian panaeran Jakarta telah
memerintahkan penghentian tembak-menembak itu serta membuka perundingan dengan
VOC. Sementara itu diplomasi dari loji Banten berhasil membebaskan para benteng
VOC di Jakarta dengan P.A Ranamenggala.dengan demikian kemenangan ada di pihak
VOC yang berhasil mempertahankan kedudukannya di Jakarta. Pada tanggal 12 Maret
1619 benteng secara resmi di beri nama Batavia. Sementara itu pasukan Batam-lah
yang menduduki Jakarta.
2.
Konflik dalam Keadaan
Mataram dan Kemunduranya
Setelah Sultan Agung
meninggal pada tahun 1645 Pangeran Adipati Anom naik tahta pada tahun
berikutnya dengan gelar Amangkurat. Semasa masih kedudukan sebagai putra
mahkota terjadi masih dengan T. Wiraguna karena persoalan wanita. Pada akhir
pemerintahan Sultan Agung, dia sebagai T. Mataram paling terkemuka di antara
pejabat tinggi dikerajaan. Pangeran Alit, saudara muda Amankurat I, mempunyai
klik (kelompok) yang memiliki penganut banyak. Dalam pemerintahan Amangkurat I
hubungan dengan daerah pesisir lebih lancar karena beberapa hal, ialah:
1. Mereka tidak hanya mendapat otonomi
lebihbesar tapi juga mendapat wewenang lebih luas
2. Adanya persaingan ataupun rivalitas
yang kuat antara P.Pati dan T. Jepara.
Peristiwa wangsaraja (1659) yang
terakhir dengan dijatuhkannya hukuman mati kepada penguasa semarang disebabkan
oleh penyalahgunaaan dana-dana yang wajib disetor kepada raja. Meskipun
beberapa kali terjadi hubungan perkawinan dengan wangsa Mataram, akan tetapi
wangsa Kajoran bertindak sebagai elite-kontra dari Mataram dan mengadakan
oposisi. Peristiwa ratu malang atau ratu wetan, putri seorang dalang, Ki Wayah,
mengungkapkan penyimpangan mental Amangkurat I. bagi lingkungan itu
permasalahannya tidak lagi berkisar sekitar
sifat religio–magis atau sakti dari raja, tetapi semata-mata masalah
perjuangan kekuasaan antara pihak-pihak yang berdasarkanketurunan berhak
memegang kekuasaan pemerintahan .
3. Pertentangan Raja Lawan Para Penguasa Pepolitik
daerah pesisir
Meskipun secara
militer dan politik daerah pesisir sudah sepenuhnya dikuasai oleh Mataram,
namun masih ada ketegangan laten antara kedua pihak itu. Bagi para gubenur
pungutan dari pusat terasa sangat berat dalam kondisi perdagangan pada masa itu.
Disamping itu diadakan bea cukai di pelabuhan-pelabuhan setiap kapal yang
berlabuh di pungut bea cukai, seperti jumlah yang di pungut oleh T. Pati
mencapai seribu real. Dalam hal ini
T. Pati berkali-kali mendekati VOC sedang T. Martanarta dari Jepara yang
bersikap tidak pro-belanda, berusaha menambah pungutan dari rakyat. Mengenai
hubungan dengan VOC dan system monopolitimbullah rivalitas antara T. Jeparadan
semarang pada suatu pihak dan T. Pati pada pihak lain.
Sementera itu T.
Pati, kyai Suta memperoleh tambahan daerah pemerintahan, yaitu indramayu sampai
Citarum, Juwana, Rembang dan Pajangkangan juga termasuk wilyah kekuasaannya. Di
dalam pertarungan kekuasaan antara kedua golongan itu politikpusat lebih member
dukungan kepada golongan T. Martanata. Sebagai gubenur yang sangat berkuasa
pesisir, akan tetapi tidak untuk waktu lama. Pad akhir 1662 dipanggilnyaT.
Martanata oleh Amangkurat I untuk menghadap, tidak lain untuk diadili dan
dihukum mati.
4. Perkembangan Administrasi Pemerintah Kerajaan
Pengaturan dan pengawasan dari pusat
semakin intensif, Wedana Gedung mengurus soal-soal pajak dan berbagai
pengaturan lain, sedang wedana Keparak mengepalai pasukan pengawal raja dan
penjaga keratin. Ternyata pusat mulai langsung mencampuri administrasi
umum,yaitu dengan pembentukan syahbandar yang dipimpin oleh empat orang kaya
(pedagang) ialah syahbadar Semarang, Nayacitra, syahbadar Demak, Nalapati,
syahbadar Juana, sabdakerti, syahbadar Jepara Wiratmaka.sepeninggalan Adipati
Martalaya dan AdipatiMartapura pada tahun 1678, Adi Mandaraka dan Adipati Arya
Urawan menggantikan mereka sebagai Wedana Mancanegara, yang pertama di Barat
dan yang kedua di Timur.
5. Hubungan Matarm dengan VOC
Pada akhir tahun 1640-an mulai ada ada
pendekatan antara Matram dan VOC. Dalam hubungan ini peranan VOC menjadi
penting, tidak hanya sebagai pedagang tetapi kemudian juga sebagai kreditor.
Mataram hendak menjalankan system monopoli tetapi “penyelundupan” tidak dapat
diberantas, maka pelabuhan terpaksa ditutup pada tahun 1655 dan baru dibuka
lagi pada tahun 1657. Pada perempat abad ketiga XVII, ruang gerak perdagangan
pesisir mulai menyempit. Untuk tidak sepenuhnya tergantung pada VOC, maka
hubungan-hubungan dengan
kerajaan-kerajaan lain sangat vital serta turut menentukan perkembangan
perdagangan khususnya dan jalanya sejarah Indonesia pada umumnya. Pergolakan
dalm kerajaan masing-masing merupakan factor yamg memungkinkan penetrasi VOC
semakin mendalam dan meluas, lebih-lebih kalau ada golongan yang cenderung
menerima bantuan VOC dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan lain
6. HubunganMataram dengan Kerajaan-Kerajaan Lain
Rivalitas antara Banten dan Mataram
berakar pada kenyataan bahwa oihak pertama tidak bersedia mengikuti
suzereinitas yang kedua, tidak lain karena Dinasti Banten menganggap dirinya
lebih tua sebagai cabang keturunan dari Demak. Pada tahun 1652 politik Mataram
terhadap Banten berubah, Ostpolitik diutamakan lagi sehingga perlu bersahabat
dengan Banten. Perundingan untuk berdamai diselenggarakan pada tahun 1659.
Dalam rangka perjuangan segi tiga antara Mataram-Banten-VOC, Banten melakukan
persaingan yang gigih dan berhasil menebus monopoli VOC. VOC bertanbah untung
karena rivalitas antara Banten dan Mataram hanya saling melemahkan maka tinggal
menunggu masaknya waktu untuk melakukan intervensi.
Masalah perkawinan Pangeran Dipati Jambi
mempunyai arti penting dalam politik hubungan antar kerajaan. Menurut anggapan
Mataram, Sukadana dan Banjarmasin seperti halnya Jambi dan Palembang adalah
vasalnya. Permusuhan antara Makasar danVOC merupakan rintangan hebat bagi
hubungan Mataram dan Makassar. Kelincahan utusan Makassar, Koja Ibrahim, tida
berdaya untuk melakukan kedua pihak, maka perundingan mencapai jalan buntu.
Diplomasi Mataram tidak didasarkan atas keadaan yang realistis tetapi pada
pendirian hendak mempertahankan kedudukan yang lama sesuai dengan gambaran
tentang pribadinya.
7. Rivalitas
dalam Wangsa Mataram
Salah
satu sebab terjadinya kerenggangan yang memuncak sebagai permusuhan antara
Sultan dan Putra Mahkota ialah pembunuhan Pangeran Pekik beserta keluarganya
sebab lain dari pertentangan tersebut di atas ialah kebijakan Sultan untuk
mengangkat calon penggantinya yaitu Tiron atau Pangeran Singasari. Selanjutnya
affair putri Oyi membangkitkan kemarahan raja terhadap kelompok P. Pekik dan
Putra Mahkota. Dilingkungan pusat kerajaan Putra Mahkota semakin tersaing
sekutu dan pendukungnya satu persatu jatuh sehingga dia mengambil langkah
mencari aliansi di luar.pergolakan di Jawa selama tiga puluh tahun terakhir
XVII akanlebih mudah dipahami dengan melihatnya pada latar belakang gerakan
tersebut, di Mataram, Banten, Perang Trunajaya dan Perang Surapatian. Mataram
yang memperoleh bantuan Kumpeni akhirnya menjadi bulan-bulanan pergolakan
tersebut.
8. Persekutuan Putra Mahkota dengan Kelompok Kajoran
Terhadap Wangsa Mataram kelompok Kajoran
berperan sebagai kontra.elite. sejak leluhur kyai Ageng Pandanarang atau Sunan
Tembayat secara turun-menurun meraka melakukan oposisi terhadap Mataram,
malahan pada mereka ada tradisi memberontak. Di samping itu karena telah
bertapa maka dipandang sangat sakti dan keramat. Pengaruhnya diperbesar dengan
perkawinan kedua putrinya, seorang dengan P. Wiramenggala dan yang lain dengan
Raden Trunajaya. Pembunuha menantu yang pertama, memaksa Panembahan Rama
memihak pada lawan Mataram.
9. Persekutuan antara P. Adipati Anom dengan Kelopok
Trunajaya
Pendekatan antara putra Mahkota dengan R.
Trunajaya berlangsung melalu koneksi Kajoran, seperti yang telah di jelaskandi
atas. Baik pihak Kumpeni maupun pihak Raja Mataram telah mendengar bahwa antar
P. Adipati Anom dan Trunajaya ada suatu perjanjian pada tahun 1670 atau bagian
pertama tahun 1671. Sebagai basis untuk di-pakai dalam gerakannya Trunajaya
menguasai Madura paling tengah, sekirtar pamekasan. Setelah Madura seluruhnya
dikuasai Trunajaya mengangkat pengikut-pengikutnya sebagai pejabat pemerintah,
antara lain Jayenpati, Mandawacana, jenala, Wangsabraja, dan lain-lain. Banyak
sanak saudaranya yang memperoleh kedudukan terpandang, antara lain Pusapanegara
dan Citrawangsa.
10. Kontingen Makassar/Bugis di Jawa
Suatu
factor yang perlu diperhitungkan dalam pergolakan pada masa dalam penelaahan
sekarang ialah kehadiran kontingen Makassar dan Bugis yang tersebar di berbagai
tempat di Jawa. Pada pertengahan tahun 1671 kesatuan-kesatuan Makassar/Bugis
telah muncul di Jepara dalam perjalanannya ke Banten. Kehadiran kontingen
Makassar-Bugis di Banten lama-kelamaan menimbulkan ketegangan dalam hubungan
mereka dengan pihak tuan rumah, antara lain situasi konflik berkembang yang
semakin meruncing karena insiden-insiden yang terjadi.
Pada
bulan September 1674 angkatan K. Bonto-marannu muncul di Jepara dan Semarang.
Kontingen Makassar di Jawa Timur dipimpin oleh Kraeng Galesong. Oleh karena VOC
sangat berkepentingan mengenai status Bima yang menurut perjanjian Bongaya telah
diserahkan kepadanya, maka tidak menyadari bahwa orang Makassar memusatkan
perhatian dan kegiatan di Jawa. Pada akhir 1675 K. Galesong dan K.
Bonto-marannu ada di Jawa Timur.
11. Penetrasi VOC di Maluku, Banda, dan Ambon
sebagai
daerah yang menjadi pangkal rutu perdagangan rempah-rempah, lagi pula yang
memiliki monopoli alamiah pelbagai hasil rempah-rempah itu, maka seperti pada
bangsa Portugis, VOC segera berusaha meletakkan basisnya di wilayah itu dengan
mengadakan kontrak dengan penguasa setempat, mendirikan factory dan loji atau Benteng. Pada tahun 1607 VOC juga membuat
perjanjian dengan Ternate secara formal memegang hemogoni di Seram Barat,
termasuk Luhu, Kambelo, Lusidi, Hitu, dan Maluku Selatan pad umumnya. Yang terjadi
kemudian mengenai perjanjian tersebut ialah bahwa rakyat dan raja-raja sering
melanggarnya sehingga membangkitkan konflik dengan VOC. Pembunuhan Admiral
verhoeff dengan pengikutnya pada tahun 1608 di Banda mengundang ekspedisi
menghukum dan mengganti pulau itu dengan penduduk lain.
Dengan
jatuhnya Lontor dari selaman, perlawanan rakyat, belum reda. Seram selatan ada
di bawah kekuasaan raja Ternate Hamzah, yang dalam pemerintahannya diwakili
oleh dua orang Kimelaha. Pada bulan Mei 1637 Kakiali direhalibitas pada
keduanya semula dan segera para penguasa di Maluku Selatan berdamai dengan VOC
serta menyataan ketaatan mereka. Tindakan-tindakan Kumpeni lebih lanjut menjadi
provokasi bagi rakyat untuk melakukan perlawan terus. Sementara itu Kakiali
mengirim utusan Kemakassar untuk memperkuat aliansi melawan VOC, akan tetapi
pihak Makassar tidak secara positif menanggapi ajakan pemimpin hitu itu.
Sepeninggalan Raja Hamzah, Raja Mandarsah naik tahta. Tanggal 10 maret 1651
dilancarkan serangan-serangan terhadap Loji-loji VOC. Kedua saudara mandarshah,
Manila dan Kalimata, meneruskan perjuangannya di Jailolo dimana mereka membuat pertahanan
kuat.
12. Masa Pergolakan, Perpecahan, Pemberontakan dan
Perang (1670-1800)
dengan meninggalkannya tokoh-tokoh kuat
kerajaan-kerajaan mulailah periode penuh konflik intern, perebutan tahta,
pemberontakan, kesemuanya mengakibatkan krisis politik yang membawa
desintregrasi serta kemerosotan kerajaan pada sutu pihak, dan penetrasi VOC
yang yang semakin dalam pada pihak lain. Pergolakan dalam seperempat abad
terakhir abad XVII sangat menarik oleh karena unsur istimewa yang terlibat
didalamnya, yaitu pasukan Makassar, Bugis dan Melayu yang beroprasi di Jawa
meneruskan perjuangannya melawan VOC. Sehubungan dengan itu muncullah pola baru
dalam pergolakan politik di dalam sejarah Indonesia ialah bahwa politik VOC
menunjukkan kecenderungan untuk beraliansi dengan pihak-pihak yang berjuang
tidakdengan nada-atas religious, suatu hal yang wajar oleh karena pihak lawanya
memakai ideology religious dan bertalian erat dengan itu semangat anti-kafir
atau Neerlandophobia.
Kekuatan-kekuatan politik dan ekonomis
yang melakukan perlawanan terhadap VOC khendak mempertahankan ekonominya karena
pihak inilah yang terdesak oleh ekpansi VOC, yaitu golongan Melayu, Makasar
Jawa pesisir. Konjungtur politik dan ekonomi menurun terus dan perkembangan
kultural hanya merupakan kebudayaan feudal yang bergaya barok.
13. Konfrontasi
dalam Medan Perjuangan Banyak Segi
Teater peperangan di Jawa dalam tahun
tujuh puluhan dan delapan pulahan sangat kompleks sifatnya oleh karena tidak
ada perkembangan suatu polarisasi yang murni serta dua pihak yang frontal
berhadap-hadapan. Kedudukannya jauh lebih kuat pada tahun tujuh puluhan dari
pada dalam bagian pertama abad itu:
1. Sudah kokoh bercokol di basis
Batavia dari mana operasi cepat dapat dilakukan.
2. Kekuasaan-kekuasaan pribumi satu
persatu sudah dipatahkan atau diisolasikan.
3. Kekuasaandan pengaruh pedagang
asing lain sudah tersisihkan.
4. Konflik dalam kerajaan-kerajaan
Jawa sangat melemahkan daya perlawanannya.
Dengandi peroleh basis di Demung
kontingen Makassar di bawah pimpinan K. bonto-Marannu tidak mengkonsentrasikan kekuatan di sana
serta tidak menunggu serangan musuh melainkan melancarkan perang gerilya di
lautan serta menghindari perang frontal. Susunan politik sungguh menguntungkan
bagi kontingan Makassar untuk melakukan Ofensif. Situasi dalam politik pada
akhir 1675 sangat krisis, kalau semula VOC mempunyai keseganan untuk membantu
Mataram, setelah ancaman bahwa Loji akan ditutup barulah dikirim bantuan kapal
dan pasukan yang tiba di Jepara pada tanggal 3 maret 1676. Pelaksanaan kerja
sama berupa suatu ekspedisi bersama ke Jawa Timur. Yang menjadi sasaran ofensif
pasukan Mataram ialah Demung jadi langsung “menyerang singa di guanya”.
Dalam konfrontasi itu akan diturut
member bobotnya ialah Panembahan Giri yang secara tradisional senantiasa
memegang peranan sebagai kontrak-elite dari Mataram. Dalam konstelasi politik
seperti teruraikan di atas maka kedudukan P. Adipati Anom terjepit dan akhirnya
terpaksa membuka kartu. Kekalahan yang diderita oleh ekspedisi Panji Karsula
prawitataruna mendorong Sunan untuk membentuk tentara ekspedisi baru yang lebih
besar langsung di bawah pimpinan Pangeran, antara lain: P. Adipati Anom, P.
Singasari, P. Purbaya, P. Matarsana, P. Puger, dan P. Pringgalaya. Sementara
itu Madura dan Makassar telah mendarat di Jawa Timur dan dalam suatu blitzkring menduduki Surabaya, Geresik,
sidayu, Tuban, Rembang, dan Lasem. Pada tanggal 13 oktober 1676 kedua tentara
berhadap-hadapan di Gegudog, dan pecahan pertempuran dahsyat.
Dalam bulan desember 1676 dan januari
1677 barisan berhasil menduduki Demak, Semarang, Kendal, Kaliwungu, Pekalongan,
Tegal dan akhirnya Cirebon dan Indramayu. Gabungan pasukan Madura dan pasukan
Raden Kajoran yang berjumlah sampai puluhan ribu orang telah dua kali muncul di
Taji, “pintu gerbang” Mataram. Sementara itu kontra-ofensif dilakukan tentara
ekspedisi Mataram dibawah pimpinan R. Martasana dalam bulan-bulan pertama1677.
Dengan demikian daerah pesisir itu tetap terbuka lagi Mataram sehingga
memudahkan kontak dengan Kumpeni.
TUGAS RESUM
PENGANTAR SEJARAH INDONESIA
Disusun Oleh :
Nama : Irwan Nurhozi
NIM : 120110301036