Rabu, 25 September 2013

resum Perpecahan dan Campur Tangan Kumpeni

 Perpecahan dan Campur Tangan Kumpeni (1600-1700)
Bab IV
1.      Batavia Sebagai Pusat VOC Sejak Tahun 1619
Pada peta pelayaran abad XVI ternama salah satu kota pelabuhan di kota Jwa barat, kapala adalah pelabuhan dari kerajaan pajajaran yang mempunyai ibu kota di pedalaman. Kapala dikuasai Banten sejak tahun tahun1527 dan di berinama Jayakarta,pada awal XVII Jayakarta di bawah suzereinitas Banten dan penguasanya Pangeran Jayakarta. Jakarta pada masa kedatangan bangsa Barat sudah kurang berarti sebagai pelabuhan, hanya sebagai tempat singgah ambil air bersih dan bahan makanan segar.
Meskipun VOC telah mempunyai faktoria di Banten sejak 1603 serta perdagangan ramai, akan tetapi kondisi tempat itu tidak menguntungkan. Pertama keadaan keamanan yang sangat menyedihkan, kedua kehadiran Inggris dan Portugis di tempat itu menimbulkan hubungan politik yang kompleks. Pada tahun 1609 Piter Both sebagai Gubenur-Jendral VOC pertama berusaha melaksanakan rencana konsentrasi pemerintahan VOC. Persetujuan dari Tuan-Tuan XVII (Heren XVII) tertunda-tunda saja. Sebagai ganti rugi, VOC membayar 1200 real kepada pangeran Jakarta. Kedatanga banten sebagai perdagangan pusat lada tetap kuat dan dengan kedatangan pedagan Barat banyak keuntungan serta kekayaan bagi penguasa dan pedagang Cina.
Pendiri rendez-vous diJakarta oleh VOC perlu diterangkan dengan latar belekang percaturan politik yang berkaitan dengan hubungan multilateral antara kerajaan-kerajaan dan badan-badan pedaganagn asing. Meskipun Jakarta bersetatus vassal terhadap Bantenakan tetapi mempunyai otonomi untuk melakukan kontrak dengan Kumpenidan pedagang asing lainya. Di mata pangeran Jakarta mengizinkan pendirianbenteng berarti “memasukkan kuda Troya”. Persaingan antara Belanda adan Inggris menambah proses politik, sesuatu factor yang menjadi keuntungan bagi kerajaan, karena pihak inggris merupakan potensi berharga sebagai sekutu. Penyerangan loji Jepara pada tanggala 8 Agustus 1618 mendorong Coen untuk memperkuat lojinya di Jakarta, mak di buatnya bangunan pertahanan yang agak tinggi di tepi sungai.
Pada akhir tahun 1618 pertentangan memuncak dengan adanya konsentrasi angkatan laut Inggris dan Banten. Pada tanggal 15 Desember 1618 sebuah kapal Belanda disita. Mendengar pertempuran tersebut pangeran Aria Ranamenggala mengirim angkatan laut Banten ke Jakarta untuk menengahi pertikaian itu. Pada tanggal 4 januari 1619 terjadilah pertempuran atau tembak-menembak, sepuluh hari kemudian panaeran Jakarta telah memerintahkan penghentian tembak-menembak itu serta membuka perundingan dengan VOC. Sementara itu diplomasi dari loji Banten berhasil membebaskan para benteng VOC di Jakarta dengan P.A Ranamenggala.dengan demikian kemenangan ada di pihak VOC yang berhasil mempertahankan kedudukannya di Jakarta. Pada tanggal 12 Maret 1619 benteng secara resmi di beri nama Batavia. Sementara itu pasukan Batam-lah yang menduduki Jakarta.
2.      Konflik dalam Keadaan Mataram dan Kemunduranya
Setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 Pangeran Adipati Anom naik tahta pada tahun berikutnya dengan gelar Amangkurat. Semasa masih kedudukan sebagai putra mahkota terjadi masih dengan T. Wiraguna karena persoalan wanita. Pada akhir pemerintahan Sultan Agung, dia sebagai T. Mataram paling terkemuka di antara pejabat tinggi dikerajaan. Pangeran Alit, saudara muda Amankurat I, mempunyai klik (kelompok) yang memiliki penganut banyak. Dalam pemerintahan Amangkurat I hubungan dengan daerah pesisir lebih lancar karena beberapa hal, ialah:
1.      Mereka tidak hanya mendapat otonomi lebihbesar tapi juga mendapat wewenang lebih luas
2.      Adanya persaingan ataupun rivalitas yang kuat antara P.Pati dan T. Jepara.
Peristiwa wangsaraja (1659) yang terakhir dengan dijatuhkannya hukuman mati kepada penguasa semarang disebabkan oleh penyalahgunaaan dana-dana yang wajib disetor kepada raja. Meskipun beberapa kali terjadi hubungan perkawinan dengan wangsa Mataram, akan tetapi wangsa Kajoran bertindak sebagai elite-kontra dari Mataram dan mengadakan oposisi. Peristiwa ratu malang atau ratu wetan, putri seorang dalang, Ki Wayah, mengungkapkan penyimpangan mental Amangkurat I. bagi lingkungan itu permasalahannya tidak lagi berkisar sekitar  sifat religio–magis atau sakti dari raja, tetapi semata-mata masalah perjuangan kekuasaan antara pihak-pihak yang berdasarkanketurunan berhak memegang kekuasaan pemerintahan .
3.      Pertentangan Raja Lawan Para Penguasa Pepolitik daerah pesisir
Meskipun secara militer dan politik daerah pesisir sudah sepenuhnya dikuasai oleh Mataram, namun masih ada ketegangan laten antara kedua pihak itu. Bagi para gubenur pungutan dari pusat terasa sangat berat dalam kondisi perdagangan pada masa itu. Disamping itu diadakan bea cukai di pelabuhan-pelabuhan setiap kapal yang berlabuh di pungut bea cukai, seperti jumlah yang di pungut oleh T. Pati mencapai seribu real. Dalam hal ini T. Pati berkali-kali mendekati VOC sedang T. Martanarta dari Jepara yang bersikap tidak pro-belanda, berusaha menambah pungutan dari rakyat. Mengenai hubungan dengan VOC dan system monopolitimbullah rivalitas antara T. Jeparadan semarang pada suatu pihak dan T. Pati pada pihak lain.
Sementera itu T. Pati, kyai Suta memperoleh tambahan daerah pemerintahan, yaitu indramayu sampai Citarum, Juwana, Rembang dan Pajangkangan juga termasuk wilyah kekuasaannya. Di dalam pertarungan kekuasaan antara kedua golongan itu politikpusat lebih member dukungan kepada golongan T. Martanata. Sebagai gubenur yang sangat berkuasa pesisir, akan tetapi tidak untuk waktu lama. Pad akhir 1662 dipanggilnyaT. Martanata oleh Amangkurat I untuk menghadap, tidak lain untuk diadili dan dihukum mati.
4.      Perkembangan Administrasi Pemerintah Kerajaan
Pengaturan dan pengawasan dari pusat semakin intensif, Wedana Gedung mengurus soal-soal pajak dan berbagai pengaturan lain, sedang wedana Keparak mengepalai pasukan pengawal raja dan penjaga keratin. Ternyata pusat mulai langsung mencampuri administrasi umum,yaitu dengan pembentukan syahbandar yang dipimpin oleh empat orang kaya (pedagang) ialah syahbadar Semarang, Nayacitra, syahbadar Demak, Nalapati, syahbadar Juana, sabdakerti, syahbadar Jepara Wiratmaka.sepeninggalan Adipati Martalaya dan AdipatiMartapura pada tahun 1678, Adi Mandaraka dan Adipati Arya Urawan menggantikan mereka sebagai Wedana Mancanegara, yang pertama di Barat dan yang kedua di Timur.
5.      Hubungan Matarm dengan VOC
Pada akhir tahun 1640-an mulai ada ada pendekatan antara Matram dan VOC. Dalam hubungan ini peranan VOC menjadi penting, tidak hanya sebagai pedagang tetapi kemudian juga sebagai kreditor. Mataram hendak menjalankan system monopoli tetapi “penyelundupan” tidak dapat diberantas, maka pelabuhan terpaksa ditutup pada tahun 1655 dan baru dibuka lagi pada tahun 1657. Pada perempat abad ketiga XVII, ruang gerak perdagangan pesisir mulai menyempit. Untuk tidak sepenuhnya tergantung pada VOC, maka hubungan-hubungan  dengan kerajaan-kerajaan lain sangat vital serta turut menentukan perkembangan perdagangan khususnya dan jalanya sejarah Indonesia pada umumnya. Pergolakan dalm kerajaan masing-masing merupakan factor yamg memungkinkan penetrasi VOC semakin mendalam dan meluas, lebih-lebih kalau ada golongan yang cenderung menerima bantuan VOC dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan lain
6.      HubunganMataram dengan  Kerajaan-Kerajaan Lain
Rivalitas antara Banten dan Mataram berakar pada kenyataan bahwa oihak pertama tidak bersedia mengikuti suzereinitas yang kedua, tidak lain karena Dinasti Banten menganggap dirinya lebih tua sebagai cabang keturunan dari Demak. Pada tahun 1652 politik Mataram terhadap Banten berubah, Ostpolitik diutamakan lagi sehingga perlu bersahabat dengan Banten. Perundingan untuk berdamai diselenggarakan pada tahun 1659. Dalam rangka perjuangan segi tiga antara Mataram-Banten-VOC, Banten melakukan persaingan yang gigih dan berhasil menebus monopoli VOC. VOC bertanbah untung karena rivalitas antara Banten dan Mataram hanya saling melemahkan maka tinggal menunggu masaknya waktu untuk melakukan intervensi.
Masalah perkawinan Pangeran Dipati Jambi mempunyai arti penting dalam politik hubungan antar kerajaan. Menurut anggapan Mataram, Sukadana dan Banjarmasin seperti halnya Jambi dan Palembang adalah vasalnya. Permusuhan antara Makasar danVOC merupakan rintangan hebat bagi hubungan Mataram dan Makassar. Kelincahan utusan Makassar, Koja Ibrahim, tida berdaya untuk melakukan kedua pihak, maka perundingan mencapai jalan buntu. Diplomasi Mataram tidak didasarkan atas keadaan yang realistis tetapi pada pendirian hendak mempertahankan kedudukan yang lama sesuai dengan gambaran tentang pribadinya.
7.  Rivalitas dalam Wangsa Mataram
    Salah satu sebab terjadinya kerenggangan yang memuncak sebagai permusuhan antara Sultan dan Putra Mahkota ialah pembunuhan Pangeran Pekik beserta keluarganya sebab lain dari pertentangan tersebut di atas ialah kebijakan Sultan untuk mengangkat calon penggantinya yaitu Tiron atau Pangeran Singasari. Selanjutnya affair putri Oyi membangkitkan kemarahan raja terhadap kelompok P. Pekik dan Putra Mahkota. Dilingkungan pusat kerajaan Putra Mahkota semakin tersaing sekutu dan pendukungnya satu persatu jatuh sehingga dia mengambil langkah mencari aliansi di luar.pergolakan di Jawa selama tiga puluh tahun terakhir XVII akanlebih mudah dipahami dengan melihatnya pada latar belakang gerakan tersebut, di Mataram, Banten, Perang Trunajaya dan Perang Surapatian. Mataram yang memperoleh bantuan Kumpeni akhirnya menjadi bulan-bulanan pergolakan tersebut.
8.   Persekutuan Putra Mahkota dengan Kelompok Kajoran
     Terhadap Wangsa Mataram kelompok Kajoran berperan sebagai kontra.elite. sejak leluhur kyai Ageng Pandanarang atau Sunan Tembayat secara turun-menurun meraka melakukan oposisi terhadap Mataram, malahan pada mereka ada tradisi memberontak. Di samping itu karena telah bertapa maka dipandang sangat sakti dan keramat. Pengaruhnya diperbesar dengan perkawinan kedua putrinya, seorang dengan P. Wiramenggala dan yang lain dengan Raden Trunajaya. Pembunuha menantu yang pertama, memaksa Panembahan Rama memihak pada lawan Mataram.
9.   Persekutuan antara P. Adipati Anom dengan Kelopok Trunajaya
     Pendekatan antara putra Mahkota dengan R. Trunajaya berlangsung melalu koneksi Kajoran, seperti yang telah di jelaskandi atas. Baik pihak Kumpeni maupun pihak Raja Mataram telah mendengar bahwa antar P. Adipati Anom dan Trunajaya ada suatu perjanjian pada tahun 1670 atau bagian pertama tahun 1671. Sebagai basis untuk di-pakai dalam gerakannya Trunajaya menguasai Madura paling tengah, sekirtar pamekasan. Setelah Madura seluruhnya dikuasai Trunajaya mengangkat pengikut-pengikutnya sebagai pejabat pemerintah, antara lain Jayenpati, Mandawacana, jenala, Wangsabraja, dan lain-lain. Banyak sanak saudaranya yang memperoleh kedudukan terpandang, antara lain Pusapanegara dan Citrawangsa.
10. Kontingen Makassar/Bugis di Jawa
      Suatu factor yang perlu diperhitungkan dalam pergolakan pada masa dalam penelaahan sekarang ialah kehadiran kontingen Makassar dan Bugis yang tersebar di berbagai tempat di Jawa. Pada pertengahan tahun 1671 kesatuan-kesatuan Makassar/Bugis telah muncul di Jepara dalam perjalanannya ke Banten. Kehadiran kontingen Makassar-Bugis di Banten lama-kelamaan menimbulkan ketegangan dalam hubungan mereka dengan pihak tuan rumah, antara lain situasi konflik berkembang yang semakin meruncing karena insiden-insiden yang terjadi.
      Pada bulan September 1674 angkatan K. Bonto-marannu muncul di Jepara dan Semarang. Kontingen Makassar di Jawa Timur dipimpin oleh Kraeng Galesong. Oleh karena VOC sangat berkepentingan mengenai status Bima yang menurut perjanjian Bongaya telah diserahkan kepadanya, maka tidak menyadari bahwa orang Makassar memusatkan perhatian dan kegiatan di Jawa. Pada akhir 1675 K. Galesong dan K. Bonto-marannu ada di Jawa Timur.
11. Penetrasi VOC di Maluku, Banda, dan Ambon
      sebagai daerah yang menjadi pangkal rutu perdagangan rempah-rempah, lagi pula yang memiliki monopoli alamiah pelbagai hasil rempah-rempah itu, maka seperti pada bangsa Portugis, VOC segera berusaha meletakkan basisnya di wilayah itu dengan mengadakan kontrak dengan penguasa setempat, mendirikan factory dan loji atau Benteng. Pada tahun 1607 VOC juga membuat perjanjian dengan Ternate secara formal memegang hemogoni di Seram Barat, termasuk Luhu, Kambelo, Lusidi, Hitu, dan Maluku Selatan pad umumnya. Yang terjadi kemudian mengenai perjanjian tersebut ialah bahwa rakyat dan raja-raja sering melanggarnya sehingga membangkitkan konflik dengan VOC. Pembunuhan Admiral verhoeff dengan pengikutnya pada tahun 1608 di Banda mengundang ekspedisi menghukum dan mengganti pulau itu dengan penduduk lain.
      Dengan jatuhnya Lontor dari selaman, perlawanan rakyat, belum reda. Seram selatan ada di bawah kekuasaan raja Ternate Hamzah, yang dalam pemerintahannya diwakili oleh dua orang Kimelaha. Pada bulan Mei 1637 Kakiali direhalibitas pada keduanya semula dan segera para penguasa di Maluku Selatan berdamai dengan VOC serta menyataan ketaatan mereka. Tindakan-tindakan Kumpeni lebih lanjut menjadi provokasi bagi rakyat untuk melakukan perlawan terus. Sementara itu Kakiali mengirim utusan Kemakassar untuk memperkuat aliansi melawan VOC, akan tetapi pihak Makassar tidak secara positif menanggapi ajakan pemimpin hitu itu. Sepeninggalan Raja Hamzah, Raja Mandarsah naik tahta. Tanggal 10 maret 1651 dilancarkan serangan-serangan terhadap Loji-loji VOC. Kedua saudara mandarshah, Manila dan Kalimata, meneruskan perjuangannya di Jailolo dimana mereka membuat pertahanan kuat.
12.   Masa Pergolakan, Perpecahan, Pemberontakan dan Perang (1670-1800)
       dengan meninggalkannya tokoh-tokoh kuat kerajaan-kerajaan mulailah periode penuh konflik intern, perebutan tahta, pemberontakan, kesemuanya mengakibatkan krisis politik yang membawa desintregrasi serta kemerosotan kerajaan pada sutu pihak, dan penetrasi VOC yang yang semakin dalam pada pihak lain. Pergolakan dalam seperempat abad terakhir abad XVII sangat menarik oleh karena unsur istimewa yang terlibat didalamnya, yaitu pasukan Makassar, Bugis dan Melayu yang beroprasi di Jawa meneruskan perjuangannya melawan VOC. Sehubungan dengan itu muncullah pola baru dalam pergolakan politik di dalam sejarah Indonesia ialah bahwa politik VOC menunjukkan kecenderungan untuk beraliansi dengan pihak-pihak yang berjuang tidakdengan nada-atas religious, suatu hal yang wajar oleh karena pihak lawanya memakai ideology religious dan bertalian erat dengan itu semangat anti-kafir atau Neerlandophobia.
       Kekuatan-kekuatan politik dan ekonomis yang melakukan perlawanan terhadap VOC khendak mempertahankan ekonominya karena pihak inilah yang terdesak oleh ekpansi VOC, yaitu golongan Melayu, Makasar Jawa pesisir. Konjungtur politik dan ekonomi menurun terus dan perkembangan kultural hanya merupakan kebudayaan feudal yang bergaya barok.
13.  Konfrontasi dalam Medan Perjuangan Banyak Segi
Teater peperangan di Jawa dalam tahun tujuh puluhan dan delapan pulahan sangat kompleks sifatnya oleh karena tidak ada perkembangan suatu polarisasi yang murni serta dua pihak yang frontal berhadap-hadapan. Kedudukannya jauh lebih kuat pada tahun tujuh puluhan dari pada dalam bagian pertama abad itu:
1.      Sudah kokoh bercokol di basis Batavia dari mana operasi cepat dapat dilakukan.
2.      Kekuasaan-kekuasaan pribumi satu persatu sudah dipatahkan atau diisolasikan.
3.      Kekuasaandan pengaruh pedagang asing lain sudah tersisihkan.
4.      Konflik dalam kerajaan-kerajaan Jawa sangat melemahkan daya perlawanannya.
Dengandi peroleh basis di Demung kontingen Makassar di bawah pimpinan K. bonto-Marannu  tidak mengkonsentrasikan kekuatan di sana serta tidak menunggu serangan musuh melainkan melancarkan perang gerilya di lautan serta menghindari perang frontal. Susunan politik sungguh menguntungkan bagi kontingan Makassar untuk melakukan Ofensif. Situasi dalam politik pada akhir 1675 sangat krisis, kalau semula VOC mempunyai keseganan untuk membantu Mataram, setelah ancaman bahwa Loji akan ditutup barulah dikirim bantuan kapal dan pasukan yang tiba di Jepara pada tanggal 3 maret 1676. Pelaksanaan kerja sama berupa suatu ekspedisi bersama ke Jawa Timur. Yang menjadi sasaran ofensif pasukan Mataram ialah Demung jadi langsung “menyerang singa di guanya”.
Dalam konfrontasi itu akan diturut member bobotnya ialah Panembahan Giri yang secara tradisional senantiasa memegang peranan sebagai kontrak-elite dari Mataram. Dalam konstelasi politik seperti teruraikan di atas maka kedudukan P. Adipati Anom terjepit dan akhirnya terpaksa membuka kartu. Kekalahan yang diderita oleh ekspedisi Panji Karsula prawitataruna mendorong Sunan untuk membentuk tentara ekspedisi baru yang lebih besar langsung di bawah pimpinan Pangeran, antara lain: P. Adipati Anom, P. Singasari, P. Purbaya, P. Matarsana, P. Puger, dan P. Pringgalaya. Sementara itu Madura dan Makassar telah mendarat di Jawa Timur dan dalam suatu blitzkring menduduki Surabaya, Geresik, sidayu, Tuban, Rembang, dan Lasem. Pada tanggal 13 oktober 1676 kedua tentara berhadap-hadapan di Gegudog, dan pecahan pertempuran dahsyat.
Dalam bulan desember 1676 dan januari 1677 barisan berhasil menduduki Demak, Semarang, Kendal, Kaliwungu, Pekalongan, Tegal dan akhirnya Cirebon dan Indramayu. Gabungan pasukan Madura dan pasukan Raden Kajoran yang berjumlah sampai puluhan ribu orang telah dua kali muncul di Taji, “pintu gerbang” Mataram. Sementara itu kontra-ofensif dilakukan tentara ekspedisi Mataram dibawah pimpinan R. Martasana dalam bulan-bulan pertama1677. Dengan demikian daerah pesisir itu tetap terbuka lagi Mataram sehingga memudahkan kontak dengan Kumpeni.

TUGAS RESUM
PENGANTAR SEJARAH INDONESIA








Disusun Oleh :
Nama : Irwan Nurhozi

NIM : 120110301036

Tidak ada komentar:

Posting Komentar